Forum Silaturrahmi Organization Of Gold

Tuesday, October 4, 2011

PESANTREN SEBAGAI JARINGAN INTELEKTUAL

Islam sebagai agama telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, tidak saja di Timur Tengah yang mengalami proses islamisasi, tetapi juga kawasan lainya, seperti Asia Tenggara (Indonesia), yang terletak geografis lebih jauh dari pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Meski Islam di Asia Tenggara sering dipandang sebagai “Islam periferal” ,“Islam pinggiran” atau “Islam yang tidak otentik”, Islam di kawasan ini justru mengalami penyebaran yang cukup besar, dan bahkan memainkan peranan strategis dalam pergulatan intelektual Islam di abad modern.
Kedatangan Islam di Asia Tenggara tidak dengan ekspansi atau kekuatan militer, melainkan dengan jalan damai, begitu juga pengajaran dalam Islam yang telah diajarkan Rasulullah saw. Thomas W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam (1950) menyebutkan Islam di Asia Tenggara sejatinya memilki watak yang ramah, damai, dan toleran, inilah watak orang Islam yang sesungguhnya lebih menanamkan nilai-nilai perdamaian, toleransi, bukan perbedaan yang menyesatkan kaum awam dan permusuhan dengan berbagai terror dan kesadisan sehingga korban moral, etika, serta nyawa berjatuhan. Penyebaran Islam di Asia Teggara berbeda dengan penyebaran di kewasan Timur Tengah yang dilakukan secara ekspansi (peperangan) melainkan melalui jalur perdagangan dan sufistik, sehingga penampilan wajahnya yang ramah, dan damai, sementara akhir-akhir ini Islam mendapatkan berbagai gunjingan yang sanggat memalukan orang Islam apalagi kaum pesantren, dikarena ulah dan etika sekelompok golongan orang yang tidak sesui dengan nilai ketaatan terhadap Islam itu sendiri, apalagi kelompok tersebut selalu membawa-bawa nama jihad dan berkedok Pondok Pesantren, seolah-olah pada ahkir-akhir ini Pondok Pesantren sebagai sarang terbentuknya teroris modern yang suatu saat bisa membunuh dirinya dan membunuh orang lain yang tidak berdosa, mengetahui hal ini, mungkin seorang ulama yang besar, tokoh pertama kali yang membentuk dan mendirikan pesantren, yaitu Syaikh Maulana Malik Ibrahim (w. 1419), sekaligus orang yang pertama kali mengislamkan jawa niscaya akan mengutuknya apabila mengetahui perbuatan orang-orang tersebut, sungguh kejadian yang sanggat tidak diharapkan dan tidak sesuai dengan nilai dan moral Islam.
Pesantren merupakan pusat transmisi intelktual Islam. Dalam hal ini telah dibuktikan oleh tranmisi yang dikembangkan oleh Maulana Malik Ibrahim yang kemudian melahirkan walisongo dalam jalur jaringan intelektual/ulama. Dari situlah kemudian Raden Rahmat (sunan ampel) mendirikan pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya tahun 1619 (Imran Arifin, 1993, Choirul Anam (ed), 1994). Selanjutnya, Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta, Surabaya. Pada tahap selanjutnya, berdiri beberapa pesantren di berbagai daerah, sperti Sunan Giri di Gersik, Sunan Bonang di Tuban, sunan Derajat di Paciran, Lamongan, dan Raden Fatah di Demak, Jawa Tengah (Sunyoto, 1989, Imron Arifin, 1993).
Dalam konteks inilah, pesantren tetap menjadi pusat tranmisi keilmuan/intelektual Islam kedua setelah masjid pada periode awal abad ke-16. Dalam pengamatan Pigeaud dan de Draf (1967, 1974), pesantren diandaikan sebagai sebuah komunitas independen yang tempatnya jauh, seperti di pelosok desa-desa, Proses terbentuknya pesantren melalui desa perdikan seperti ini terlihat dari kasus berdirinya pesantren Tegalsari (Guilot, 1985). Dari sinilah tranformasi keilmuan terhadap penanaman nilai-nilai ketaatan terhadap Tuhan, cara beribadah, cara bermoral dan beretika menurut ajaran Islam, mendalami kajian-kajian keagamaan berlangsung Sementara itu pada saat ini budaya dan nilai pesantren yang seharusnya di pertahankan kesalafanya digeser menjadi sebuah tempat untuk merekrut orang-orang yang nantinya dijadikan sebagai umpan perpecahan dan permusuhan, untuk memuaskan kekejaman dan kebobrokan moral orang-orang yang mengatasnamakan dirinya islam yang kafah (sempurna), amat di sayangkan tindakan-tindakan bodoh yang mereka lakukan, perbuatan mereka pada hakikatnya akan mensudutkan orang-orang Islam sendiri bukan mengibarkan kejayaan islam dengan penuh kasih sayang, toleransi, penuh dengan senyum, akan tetapi mereka memillih jalan yang busuk, sesat (neraka), karena menganggap bahwa jalan itu adalah jalan yang benar untuk menuju surga.
Inti dari jaringan intelektual Islam pesantren dibagi menjadi tiga priode besar. Pertama, priode awal pesantren yang dipelopori walisongo yang berlangsung pada abad ke-15 hingga abad ke-17. Tranmisi keilmuan Islam yang dikembangkan walisongo bermula dari dakwah Islam yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim pada abad ke-15 kepada murid-muridnya di jawa, model tranformasi keilmuan atau inetelktual pada saat itu adalah dengan cara halaqah atau pengajian rutin di pesantren. Pada giliranya, Walisongo lah yang pertama kali berhasil mentranmisikan keilmuan dan intelektual Islam di Nusantara melalui dua jalur; jalur kultural dan struktural. Jalur kultural dilakukan melalui dakwah Islam kepada masyarakat dengan menyelenggarakan pengajian di masjid-masjid dan mendirikan pesantren. Sedangkan jalur dilakukan dengan mengislamkan para penguasa atau ikut andil dalam mendirikan kekuasaan baru. Tranmisi kelimuan atau intelektual yang disebarkan oleh Walisongo terutama di Jawa Timur bersifat akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat setempat, yaitu berusaha mengadaptasikan Islam ked dalam tradisi lokal masyarakat setempat. Karakter inilah yang sampai sekarang masih menajdi corak keberagaman masyarakat Indonesi. Kedua, jaringan yang dibentuk oleh Abd Al-Rauf Al-Sinkili, Muhammad Yusuf Al-Makassari, dan Nur Al-Din Al-Raniri pada abad ke-17, mereka adalah tokoh penting yang menghubungkan jaringan intelektual ulama internasional dengan ulama regional. Mereka membantu menarik ulama muda yang berbakat, mereka tidak hanya mengenalkan Islam yang berorientasi syariat, tetapi juga menginisiasi merka ke dalam tarekat-tarekat. Corak jaringan yang di kembangkan pada bad itu membawa kecendrugan kearah ortodoksi, dengan menekankan aspek syariat dalam praktek tasyawuf. Ketiga, tranmisi keilmuan atau intelektual di teruskan oleh sejumlah intelaktual muda yang lebih beragam daerahnya pada abad ke-18, sejumah itelktual yang hidup pada abad ini terlibat kontak jaringan yang intend an menjadi kawan dengan ulama-ulama Timur Tengah.
Signifikasi jaringan intelektual pesantren yang di kembangkan oleh Walisongo dan ulam-ulama sesudahya memiliki arti penting bagi perkembangan intelektual Islam di Nusantara. Signifikasi jaringan yang terbentuk terbagi dalam tiga kecendrungan. Pertama, hamper seluruh intelektual Islam pada masa pertumbuhan pesantren ini merupakan penulis-penulis yang produktif. Dari tangan mereka muncul ratusan karya, dari yang bersifat voluminious (berjilid-jilid) sampai risalah-risalah pendek, bukan mengasilkan orang-orang yang yang tidak beradab karena menamakan dirinya yang paling beradab di banding yang lainya, sehingga ketidak beradaban mereka menimbulkan konflik yang tidak bisa diterima oleh orang islam yang beradab. Kedua, signifikasi jaringan intelektual di kawasan Nusantara ini terlihat juga kegiatan mereka dalam institusi-institusi sosial keagamaan dan pendidikan umat yang bermoral dan beretika Islam yang benar, dalam kontek saat ini, banyak pesantren yang membentuk jaringan organisasi teroris modern (berani mati) yang semakin akan meresahkan dan menakut-nakuti umat Islam sendiri, sebetulnya inti nilai ajaran intelektual pesantren adalah memberi naungan, pengayoman, dan kedamaian terhadap umat islam seluruhnya, suka menolong dan memaafkan, bukan membuat onar dan selalu meneror sana-sini yang meresahakan masyarakat Islami, begitu sanggat berubah jauh kultur pesantren serta nilai-nilainya yang ramah, damai, beretika, yang di tanamkan oleh Walisongo dan ulama-ulama terdahulu di ubah menjadi suatu tempat berkumpulnya orang-orang yang memahami islam dengan cara berfikir yang kosong dan picik. Ketiga, jaringan yang dibentuk oleh para printis ini tidak saja kepada masyarakat secara umum, tetapi juga kepada para penguasa sebagai bagian dari efektivitas jaringan. Mereka terlibat jaringan intelektual dengan kekuasaan demi tersebarnya dakwah Islam kepada seluruh masyarakat.

Yogyakarta. 14 Oktiber 2010
Oleh : Abdul Rochim, S.Hi

1 comment:

daftar isi